Senin, 24 September 2012

AL-QUR’AN TENTANG KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT


A.    Pendahuluan
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk social. Oleh karena itu manusi tidak dapat untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia antara satu dengan satu sama lain harus selalu berinteraksi. Maka dari itu, sebagai kaum muslimin, tidak boleh hanya mementingkan kepentingan akhirat, dengan meninggalkan kepentingan duniawi. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama lain. Di bawah ini, akan dijelaskan secara  mendetail. Hubungan dan keseimbangan kehidupan di dunia dan akhirat.

B.     Penjelasan Q.S. al-Qashas:77
÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# .    
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S. al-Qashas:77)
Allah SWT. Pada ayat ini memerintahkan kepada orang-orang beriman agar dapat menciptakan keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan keperluan ukhrawi. Tidak mengejar salah satunya dengan cara meninggalkan yang lainnya. Nabi SAW sangat mencela orang-orang yang hanya mengejar akhirat dengan meninggalkan duniawi. Apalagi kalau menjadi beban orang lain dalam masalah nafkah. Nabi SAW pernah mencela seorang pemuda yang membebani ayahnya dalam nafkah.
Kehidupan duniawi dan ukhrawi merupakan fitroh yang harus dijalani oleh manusia, sehingga menjalani kehidupan ini dengan memenuhi kebutuhan keduanya tidak dapat dipisah-pisah. Membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan bagian dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan oleh umatnya.
Pada akhir abad pertama tahun hijriyah banyak bermunculan para sufi. Di antara cara yang dilakukan oleh para sufi yaitu uzlah, yaitu lari dari dunia, menghindar dari kehidupan masyarakat. Mereka berada di tempat-tempat  tertentu untuk mendekat diri kepada Allah SWT, tapi lari dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dan cara seperti ini juga dikecam oleh Islam.
Rasulullah telah bersabda:Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya. Dan laksanakan akhiratmu seakan-akan kami akan mati besok” (H.R. Ibnu Asakir).
Pada saat kita sedang beibadah menghadap Allah, maka beribadahlah dengan sungguh-sungguh dengan penuh pengabdian. Misalnya ketika sedang salat, lupakanlah semua urusan duniawi, dan hanya kepada Allah sajalah kita mengingat dan memusatkan perhatian, seolah-olah tidak ada kesempatan lagi untuk mengabdi kepada Allah karena akan mati besok. Demikian pula sebaliknya, setelah kita selesai menunaikan kewajiban kita kepada Allah, lalu kita hadapi urusan duniawi dengan penuh perhitungan yang pasti. Kita berusaha dan bekerja keras untuk memperoleh keuntungan duniawi dengan cara yang baik dan benar seolah-olah kita akan hidup untuk selama-lamanya.
Dalam ayat ini Allah SWT. Kemudian memerintahakn agar berbuat baik kepada sesama manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Kebaikan Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim kepada seluruh makhluk-Nya, tidak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, Allah menganjurkan kepada semua. Misalnya membantu orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak-anak yatim, berpartisipasi membangun masjid, madrasah, dan lain-lain.
Berbuat baik inipun bisa diartikan berbuat baik kepada diri sendiri, yaitu memelihara dan menjaga diri dari bahaya. Memelihara dan mejaga diri dari bahaya. Memelihara diri supaya sehat, jasmani, dan rohani dengan memakan makanan yang baik dan halal adalah bentuk berbuat baik kepada diri sendiri. Demikian halnya menaati perintah Allah dengan jalan ibadah dan menjauhi larangan-Nya, hakikatnya berbuat baik kepada diri sendiri. Apabila seseorang berbuat yang sebaliknya berarti telah menjerumuskan dirinya menjadi manusia yang celaka.
Manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi ternyata telah banyak menyia-nyiakan amanah-Nya. Manusia telah menjadi makhluk perusak terbesar yang ada di permukaan bumi ini. Akibat kerusakan ini tidak hanya menimpa makhluk-makhluk hidup lainnya, tapi manusia banyak yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu, Allah berulang kali memperingatkan manusia dalam al-Qur’an agar tidak melakukan kerusakan di muka bumi.





C.    Penjelasan Q.S. Al-Baqarah : 198
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4 !#sŒÎ*sù OçFôÒsùr& ïÆÏiB ;M»sùttã (#rãà2øŒ$$sù ©!$# yYÏã ̍yèô±yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( çnrãà2øŒ$#ur $yJx. öNà61yyd bÎ)ur OçFZà2 `ÏiB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 tû,Îk!!$žÒ9$#  
Artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat. (Q.S. Al-Baqarah : 198)
Menurut suatu riwayat, pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama Ukaz, Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum muslimin meerasa  berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Kemudian turunlah ayat “laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadhlan mirrabbikum …” yang membolehkan mereka berdagang di musim haji.  (Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ayat di atas menegaskan, bahwa pada musim haji seseorang tidaklah dilarang untuk berdagang,  seperti jual-beli, menerima upah pekerjaan, menyewakan barang dan lain-lain. Namun, yang dilarang hanyalah jika tujuan utamanya ke Mekkah berniaga. Namun, ada berbagai jenis barang yang apabila dijual di musim haji sangat besar untungnya, karena berlipat ganda harganya apabila dibandingkan dengan negeri sendiri. Atau karena pada musim haji para konsumen sangat banyak, sehingga banyak membutuhkan banyak barang dagangan sebagai kebutuhan jamaah. Apalagi kalau misalnya kekurangan ongkos/biaya Dallam menunaikan ibadah haji, dan biaya tersebut dapat dipenuhi dengan jalan berniaga di sana, maka perbuatan tersebut dipandang baik oleh agama.
Imam Ahmad bin Hambal, seorangUlama besar, merupakan contoh dari orang yang sangat menjaga hidupnya tidak bergantung kepada pertolongan orang lain. Diriwayatkan bahwa ketika menolak hadiah-hadiah orang untuk belanja ketika perjalanan menunaikan ibadah haji. Apabila ia menunaikan ibadah haji, tidak keberatan menolong orang memikul beban orang dan menerima  upah. Ia tidak keberatan menjadi kuli di sana. Imam Ahmad mengamalkan ayat ini, bahwa tidak ada salahnya mencari rezeki, berniaga selama musim haji, asal tidak mencampuradukkan antara ketika melaksanakan rukun atau wajib haji sambil berniaga.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada setiap orang yang mengerjakan haji supaya memperbanyak zikir kepada Allah ketika telah bertolak dari Padang Arafah menuju Muzdalifah. Bila telah sampai di Masy’aril Haram yaitu sebuah bukit di Muzdalifah bernama Quzah, hendaknya memperbanyak membaca do’a, takbir, dan talbiyah. Berzikir kepada Allah dengan hati yang khusu dan tawadhu sebagai tanda bersyukur kepada-Nya atas karunia dan hidayah-Nya.
Di akhir ayat ini Allah meenyatakan bahwa pada mulanya manusia berada dalam kesesatan. Kalau tidak karena hidayah dari Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat ini, niscaya manusia benar-benar berada di jalan yang sesat. Allah telah mengeluarkan manusia dari gelap gulita, dan dari alam jahiliyah kepada petunjuk tauhid menjadi orang-orang yang insaf,  mengabdi memenuhi panggilan Allah dan bertakwa kepada-Nya, dapat melaksanakan ibadah haji, telah datang memenuhi panggilan Allah SWT. Atas dasar iman yang tertanam di dalam hati

D.    kesimpulan
Allah SWT menganjurkan kepada orang-orang yang beriman agar bekerja untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berbuat baik kepada sesama serta melarang berbuat kerusakan di muka bumi.
Jamaah haji boleh mencari keuntungan duniawi, asal tidak mengganggu atau  mengurangi pokok tujuan terlaksananya ibadah haji, tetap memperbanyak zikir kepada Allah SWT, karena Allah SWT. Senantiasa membimbing orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus, diberikan hidayahh ke jalan yang benar.