A. Pendahuluan
Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk social. Oleh karena itu manusi tidak dapat
untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia antara satu dengan satu
sama lain harus selalu berinteraksi. Maka dari itu, sebagai kaum muslimin,
tidak boleh hanya mementingkan kepentingan akhirat, dengan meninggalkan
kepentingan duniawi. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama lain. Di bawah
ini, akan dijelaskan secara mendetail.
Hubungan dan keseimbangan kehidupan di dunia dan akhirat.
B. Penjelasan Q.S. al-Qashas:77
÷tGö/$#ur
!$yJÏù
9t?#uä
ª!$#
u#¤$!$#
notÅzFy$#
(
wur
[Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB
$u÷R9$#
(
`Å¡ômr&ur
!$yJ2
z`|¡ômr&
ª!$#
øs9Î)
(
wur
Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$#
(
¨bÎ)
©!$#
w
=Ïtä
tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
.
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S. al-Qashas:77)
Allah
SWT. Pada ayat ini memerintahkan kepada orang-orang beriman agar dapat menciptakan
keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan keperluan
ukhrawi. Tidak mengejar salah satunya dengan cara meninggalkan yang lainnya.
Nabi SAW sangat mencela orang-orang yang hanya mengejar akhirat dengan
meninggalkan duniawi. Apalagi kalau menjadi beban orang lain dalam masalah
nafkah. Nabi SAW pernah mencela seorang pemuda yang membebani ayahnya dalam
nafkah.
Kehidupan
duniawi dan ukhrawi merupakan fitroh yang harus dijalani oleh manusia, sehingga
menjalani kehidupan ini dengan memenuhi kebutuhan keduanya tidak dapat
dipisah-pisah. Membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan bagian
dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan oleh umatnya.
Pada
akhir abad pertama tahun hijriyah banyak bermunculan para sufi. Di antara cara
yang dilakukan oleh para sufi yaitu uzlah, yaitu lari dari dunia, menghindar
dari kehidupan masyarakat. Mereka berada di tempat-tempat tertentu untuk mendekat diri kepada Allah
SWT, tapi lari dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dan cara
seperti ini juga dikecam oleh Islam.
Rasulullah telah bersabda:Kerjakanlah
urusan duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya. Dan laksanakan akhiratmu
seakan-akan kami akan mati besok” (H.R. Ibnu Asakir).
Pada
saat kita sedang beibadah menghadap Allah, maka beribadahlah dengan
sungguh-sungguh dengan penuh pengabdian. Misalnya ketika sedang salat,
lupakanlah semua urusan duniawi, dan hanya kepada Allah sajalah kita mengingat
dan memusatkan perhatian, seolah-olah tidak ada kesempatan lagi untuk mengabdi kepada
Allah karena akan mati besok. Demikian pula sebaliknya, setelah kita selesai
menunaikan kewajiban kita kepada Allah, lalu kita hadapi urusan duniawi dengan
penuh perhitungan yang pasti. Kita berusaha dan bekerja keras untuk memperoleh
keuntungan duniawi dengan cara yang baik dan benar seolah-olah kita akan hidup
untuk selama-lamanya.
Dalam
ayat ini Allah SWT. Kemudian memerintahakn agar berbuat baik kepada sesama
manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Kebaikan Allah yang
Maha Rahman dan Maha Rahim kepada seluruh makhluk-Nya, tidak terhitung
jumlahnya. Oleh karena itu, Allah menganjurkan kepada semua. Misalnya membantu
orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak-anak yatim, berpartisipasi
membangun masjid, madrasah, dan lain-lain.
Berbuat
baik inipun bisa diartikan berbuat baik kepada diri sendiri, yaitu memelihara
dan menjaga diri dari bahaya. Memelihara dan mejaga diri dari bahaya.
Memelihara diri supaya sehat, jasmani, dan rohani dengan memakan makanan yang
baik dan halal adalah bentuk berbuat baik kepada diri sendiri. Demikian halnya
menaati perintah Allah dengan jalan ibadah dan menjauhi larangan-Nya,
hakikatnya berbuat baik kepada diri sendiri. Apabila seseorang berbuat yang
sebaliknya berarti telah menjerumuskan dirinya menjadi manusia yang celaka.
Manusia
dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi ternyata telah banyak menyia-nyiakan
amanah-Nya. Manusia telah menjadi makhluk perusak terbesar yang ada di
permukaan bumi ini. Akibat kerusakan ini tidak hanya menimpa makhluk-makhluk
hidup lainnya, tapi manusia banyak yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu,
Allah berulang kali memperingatkan manusia dalam al-Qur’an agar tidak melakukan
kerusakan di muka bumi.
C. Penjelasan Q.S. Al-Baqarah : 198
}§øs9
öNà6øn=tã
îy$oYã_
br&
(#qäótGö;s?
WxôÒsù
`ÏiB
öNà6În/§
4
!#sÎ*sù
OçFôÒsùr&
ïÆÏiB
;M»sùttã
(#rãà2ø$$sù
©!$#
yYÏã
Ìyèô±yJø9$#
ÏQ#tysø9$#
(
çnrãà2ø$#ur
$yJx.
öNà61yyd
bÎ)ur
OçFZà2
`ÏiB
¾Ï&Î#ö7s%
z`ÏJs9
tû,Îk!!$Ò9$#
Artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat. (Q.S.
Al-Baqarah : 198)
Menurut
suatu riwayat, pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama Ukaz,
Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum muslimin meerasa berdosa
apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Kemudian turunlah ayat “laisa
‘alaikum junahun an tabtaghu fadhlan mirrabbikum …” yang membolehkan mereka
berdagang di musim haji. (Diriwayatkan
oleh Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ayat di atas menegaskan, bahwa pada musim haji seseorang tidaklah
dilarang untuk berdagang, seperti
jual-beli, menerima upah pekerjaan, menyewakan barang dan lain-lain. Namun,
yang dilarang hanyalah jika tujuan utamanya ke Mekkah berniaga. Namun, ada
berbagai jenis barang yang apabila dijual di musim haji sangat besar untungnya,
karena berlipat ganda harganya apabila dibandingkan dengan negeri sendiri. Atau
karena pada musim haji para konsumen sangat banyak, sehingga banyak membutuhkan
banyak barang dagangan sebagai kebutuhan jamaah. Apalagi kalau misalnya
kekurangan ongkos/biaya Dallam menunaikan ibadah haji, dan biaya tersebut dapat
dipenuhi dengan jalan berniaga di sana, maka perbuatan tersebut dipandang baik
oleh agama.
Imam Ahmad bin Hambal, seorangUlama besar, merupakan contoh dari orang
yang sangat menjaga hidupnya tidak bergantung kepada pertolongan orang lain.
Diriwayatkan bahwa ketika menolak hadiah-hadiah orang untuk belanja ketika
perjalanan menunaikan ibadah haji. Apabila ia menunaikan ibadah haji, tidak
keberatan menolong orang memikul beban orang dan menerima upah. Ia tidak keberatan menjadi kuli di
sana. Imam Ahmad mengamalkan ayat ini, bahwa tidak ada salahnya mencari rezeki,
berniaga selama musim haji, asal tidak mencampuradukkan antara ketika
melaksanakan rukun atau wajib haji sambil berniaga.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada setiap orang yang
mengerjakan haji supaya memperbanyak zikir kepada Allah ketika telah bertolak
dari Padang Arafah menuju Muzdalifah. Bila telah sampai di Masy’aril Haram
yaitu sebuah bukit di Muzdalifah bernama Quzah, hendaknya memperbanyak membaca
do’a, takbir, dan talbiyah. Berzikir kepada Allah dengan hati yang khusu dan
tawadhu sebagai tanda bersyukur kepada-Nya atas karunia dan hidayah-Nya.
Di akhir ayat ini Allah meenyatakan bahwa pada mulanya manusia berada
dalam kesesatan. Kalau tidak karena hidayah dari Allah SWT. Sebagaimana
ditegaskan dalam ayat ini, niscaya manusia benar-benar berada di jalan yang
sesat. Allah telah mengeluarkan manusia dari gelap gulita, dan dari alam
jahiliyah kepada petunjuk tauhid menjadi orang-orang yang insaf, mengabdi memenuhi panggilan Allah dan
bertakwa kepada-Nya, dapat melaksanakan ibadah haji, telah datang memenuhi
panggilan Allah SWT. Atas dasar iman yang tertanam di dalam hati
D.
kesimpulan
Allah
SWT menganjurkan kepada orang-orang yang beriman agar bekerja untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berbuat baik kepada sesama serta melarang
berbuat kerusakan di muka bumi.
Jamaah haji boleh mencari keuntungan duniawi, asal tidak mengganggu
atau mengurangi pokok tujuan terlaksananya
ibadah haji, tetap memperbanyak zikir kepada Allah SWT, karena Allah SWT.
Senantiasa membimbing orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus, diberikan
hidayahh ke jalan yang benar.